Kerajaan Pajang : Sejarah, Raja, Peninggalan dan Masa Kejayaan

Kerajaan Pajang – Kesultanan Pajang atau juga dikenal dengan Kerajaan Pajang amerupakan kesultanan yang berpusat di Jawa Tengah.

Di mana letak Kerajaan Pajang? letak Kerajaan Pajang tepatnya di daerah perbatasan Desa Pajang, Kota Surakarta, dan desa Makamhaji, Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Pajang merupakan kelanjutan dari Kesultanan Demak.


Sejarah Kerajaan Pajang

Kerajaan Pajang telah menyajikan perjalanan sejarah yang singkat dibandingkan kerajaan-kerajaan Islam lainnya di Nusantara. Hanya berkisar 20 tahun berdiri, namun sejarah Pajang masih memberikan manfaat hingga kini. 

Mari kita simak sejarah berdirinya Kesultanan Pajang hingga dampak peninggalannya yang masih bermanfaat hingga saat ini. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut:

  • Berdirinya Kerajaan Pajang

Kerajaan Pajang didirikan oleh Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir pada tahun 1568.

Dahulu dikisahkan bahwa Jaka Tingkir atau juga disebut Mas Karebet mengabdikan diri pada Kesultanan Demak.

Pada saat Kesultanan Demak mengalami kemunduran dan diserang Arya Penangsang, Sultan Hadiwijaya maju melawannya.

Dalam penyerangannya, Arya Penangsang dikalahkan Jaka Tingkir. Kemudian Jaka Tingkir menjadi pewaris tahta Kesultanan Demak. Dengan demikian, Jaka Tingkir memindahkan ibukotanya ke Pajang pada tahun 1568 M.

  • Puncak Kejayaan Kerajaan Pajang

Selain menjadi pendiri kerajaan, Jaka tingkir juga berhasil mengantarkan masa kejayaan Pajang. Bahkan pada masa pemerintahannya, Kesultanan Pajang mencapai wilayah Madiun, Blora, dan Kediri.

Karena wilayahnya di pedalaman Jawa, sehingga masa kejayaannya didukung dengan kemajuan pesat di bidang pertanian.

Pajang yang berada di dataran rendah dan mempertemukan Sungai Pepe dan Dengkeng, maka penghasilan utama kerajaan tersebut adalah beras, bahkan di sana menjadi lumbung beras di Pulau Jawa.

  • Kemunduran Kerajaan Pajang

Pada 1582 M, Pajang harus mengalami peperangan melawan Mataram. Pertempuran saat itu, Pajang dipimpin langsung oleh Sultan Hadiwijaya. 

Sepulang dari pertempuran, Sultan Hadiwijaya sakit dan meninggal dunia. Setelah sepeninggal Sultan Hadiwijaya, kemunduran Pajang terjadi.

Putra dan menantu Sultan Hadiwijaya saling berebut tahta. Sang menantu Sultan Hadiwijaya, Arya Pangiri justru naik tahta pada 1583. Sedangkan putranya, Pangeran Benawa tersingkir ke Jipang. 

Pada masa pemerintahan Arya Pangiri, masyarakat Pajang terabaikan. Sang raja terlalu sibuk membalas dendam kepada Mataram.

Karena Pangeran Benawa merasa prihatin dan tidak terima, ia melancarkan serangan kepada Arya Pangiri. Akibat penyerangan itu, Arya Pangiri kalah dan dipulangkan ke Demak. Sementara Pangeran Benawa dinobatkan sebagai Raja Pajang ke-3.

Pemerintahan Pangeran Benawa tidak berlangsung lama, Sebab ia lebih memilih menyebarkan Islam. Kekuasaan Pajang berakhir pada 1618 dan menjadi negeri bawahan Mataram.


Raja-raja Kerajaan Pajang

Siapa raja Kerajaan Pajang? Pemerintahan Kerajaan Pajang tidak berlangsung lama. Hanya ada tiga periodesasi pemerintahan kala itu, yakni:

Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya (1568-1583 M) 

Selama berkuasa di Kerajaan Pajang, Jaka Tingkir melakukan perluasan wilayah sampai tanah pedalaman timur sampai Madiun. Ia juga menaklukkan Blora pada 1554 M. dan Kediri pada 1577 M. 

Pada 1581, Sultan Hadiwijaya diakui sebagai Sultan Islam dari raja-raja terpenting di Jawa Timur. 

Arya Pangiri atau Ngawantipura (1583-1586 M) 

Arya Pangiri merupakan menantu Sultan Hadiwijaya. Ia memerintah Pajang sejak tahun 1583 sampai 1586 M. Selama memimpin Pajang, ia hanya sibuk balas dendam kepada Mataram, sehingga rakyat Pajang terabaikan.

Pangeran Benawa atau Prabuwijaya (1586-1587 M)

PAngeran Benawa merupakan anak dari Sultan Hadiwijaya. Ia memerintah Pajang pada periode ketiga setelah mengalahkan Arya Pangiri. Pemerintahannya hanya berlangsung singkat, karena Pangeran Benawa memilih berdakwah menyebarkan agama Islam.


Peninggalan Kerajaan Pajang

Peninggalan Kesultanan Pajang tidak banyak dijumpai. Hanya beberapa yang dapat ditemukan, di antaranya adalah:

  • Kampung Batik Laweyan

15 Kampung Laweyan
Kampung Batik Laweyan
@cagarbudaya.kemdikbud.go.id

Salah satu peninggalan dari Kerajaan Pajang yang masih sangat eksis hingga hari ini adalah kampung Batik Laweyan. 

Kampung Laweyan sudah ada sejak pemerintahan Kesultanan Pajang pada tahun 1546 M, saat ini kampung Laweyan merupakan sentra batik di Kota Solo. Laweyan sendiri mengandung arti utas dalam Bahasa Jawa.

  • Masjid Laweyan

42 Masjid Laweyan
Masjid Laweyan
@Jatengdaily.com

Masjid Laweyan merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Pajang, bangunan bersejarah ini bertempat di Jalan Liris No.1, Dusun Belukan, Kelurahan Pajang, Surakarta.

Masjid Laweyan dibangun sejak tahun 1546 oleh Jaka Tingkir dan masih berdiri kokoh hingga sekarang.

Bagi masyarakat Solo, Masjid Laweyan ini lebih dikenal dengan sebutan Masjid Ki Ageng Henis. 

Bangunan ini ternyata menggabungkan unsur tradisional Jawa, Eropa, Cina dan Islam. Masjid ini memiliki ciri khas bentuknya yang seperti Kelenteng Jawa dengan arsitektur khas Jawa yang sangat kental. Dinding Masjid ini tersusun dari kayu dan batu bata.

Baca Juga: Kerajaan Malaka
  • Pasar Laweyan

20 Pasar Laweyan
Pasar Laweyan
@cagarbudaya.kemdikbud.go.id

Pasar Laweyan merupakan pasar yang masih eksis sejak zaman Kerajaan Pajang hingga sekarang. Saat ini, pasar ini menjadi pusat perdagangan batik yang berada di wilayah Bandar Kabanaran, Kota Surakarta.

Laweyan merupakan lokasi yang ditempati para penduduk yang mayoritas berprofesi sebagai para pedagang.

Menurut cerita, konon Laweyan berasal dari kata Lawiyan yang berarti berpindah-pindah. Karena dahulu kala banyak orang berpindah-pindah demi melindungi diri dari bencana banjir akibat meluapnya sungai Bengawan Solo. Akhirnya daerah Laweyan digunakan penduduk dari Desa Nusupan sebagai tempat aman banjir.

  • Makam Sultan Hadiwijaya

Makam Hadiwijaya
Makam Sultan Hadiwijaya
@Jalanjalanenak.com

Makam Sultan Hadiwijaya atau dikenal dengan Jaka Tingkir tidak seperti makam raja-raja Solo dan Yogyakarta yang dikenal banyak orang dan ramai dikunjungi peziarah. Makam Jaka Tingkir berada di pelosok perkampungan warga.

Makam Jaka Tingkir ini berlokasi di Dukuh Butuh, Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh, Sragen, Jawa Tengah. Komplek pemakaman Jaka Tingkir dinamakan Makam Butuh.

Baca Juga: Kerajaan Ternate
  • Kompleks Makam Pejabat Pajang

25 Makam Pejabat
Makam Pejabat Pajang
@Cagarbudaya.kemdikbud.go.id

Salah satu peninggalan Pajang berupa kompleks makam Para Pejabat Pajang. Setidaknya terdapat 20 makam para pejabat dan kerabat Kerajaan Pajang. Salah satu makam yang paling dikenal yaitu makam dari Kyai Ageng Henis yang juga perintis dari berdirinya kerajaan Pajang.

Kyai Ageng Ageng Henis adalah putra Ki Ageng Selo yang mengabdi kepada Sultan Hadiwijaya di Kerajaan Pajang. Menurut legenda, Ki Ageng Selo dikenal akan kesaktiannya dimana ia mampu menangkap petir.


Penutup 

Demikian uraian sejarah tentang Kerajaan Pajang, mulai dari berdirinya hingga kemundurannya. Pajang bukan hanya meninggalkan jejak situs bersejarah, melainkan meninggalkan keluhuran nilai-nilai kehidupan.

Bahkan, meski situs peninggalannya tidak ramai dikunjungi masyarakat bukan berarti nilai luhurnya akan luntur. Akan tetapi, sudah menjadi kewajiban kita untuk terus menjaga dan melestarikan situs bersejarah.

Mengapa? Karena itu semua adalah kekayaan bangsa kita. Nah, agar semakin kaya pula pengetahuan kita klik artikel lainnya ya, biar kita bisa belajar banyak hal baru lainnya. Semangat.


Kerajaan Pajang
Sumber Referensi

@https://keluyuran.com/peninggalan-kerajaan-pajang/
@https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/27/180847079/kerajaan-pajang-pendiri-raja-raja-kemunduran-dan-peninggalan

Tinggalkan komentar