20+ Pantun Minang : Nasehat, Gombal, Sindiran dan Kehidupan

Pantun Minang – Warga negara Indonesia sudah sepatutnya berbangga. Hampir setiap daerah di penjuru nusantara menyimpan kekayaan sastra lama sebagai bentuk cagar budaya. Sastra lama, termasuk pantun bersumber dari pandangan hidup dan pengalaman jiwa.

Begitu pula dengan pantun Minang yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat Sumatera Barat.


Berkenalan Dengan Pantun Minang

Julukan sebagai suku seribu syair yang tersemat bagi masyarakat Minang memang bukan omong kosong belaka. Suku asli nusantara ini sudah sejak lama dikenal karena kekayaan syair unik yang dimilikinya.

Tidak heran warga Minang banyak yang berprofesi sebagai penyair, pujangga, pencipta lagu hingga novelis ternama. Sebagaimana yang telah dikatakan oleh salah satu sastrawan besar Minang, A.A. Navis.

Bahwa pantun merupakan sastra lisan yang telah mendarah daging sebagai tradisi di Minang. Pantun tersebut berasal dari ekspresi pikiran, perasaan, perasaan dan nasehat serta filosofi kehidupan Minang.

Penggunaannya banyak bersinggungan dengan adat istiadat dan tradisi khas Minangkabau. Misalnya pada acara-acara formal dan sakral, seperti upacara pernikahan, pidato adat, makan sirih, upacara melepas mayat, sampai mengantar jamaah haji.

Pantun daerah Minang yang digunakan dalam acara formal dan sakral ini dikenal dengan sebutan pantun orang tua. Jenisnya adalah pantun nasehat, agama dan pantun adat.

Ada pantun orang tua, ada pula pantun orang muda. Pantun jenis ini digunakan pada acara non-formal yang tidak ada hubungannya dengan adat dan tradisi sakral.

Misalnya pantun dagang, pantun jenaka, pantun nasib, hingga pantun berkasih.


Sumber Penyebaran Pantun Minang, Dimana Bisa Ditemui?

Pantun daerah Minangkabau lahir dan berkembang secara lisan di tengah-tengah masyarakat. Secara mudah dapat ditemui dalam cerita-cerita kaba, persembahan, pidato adat, maupun nyanyian/syair serta saluang.

Sebagai contoh, pantun erat kaitannya dengan cerita kaba. Kaba atau cerita prosa liris – sejenis hikayat, banyak menggunakan pantun sebagai pelengkap dan selingan untuk memperindah jalan cerita.

(Pantun Pembuka Kaba)

Antah sapek antah mantilau

Ramo-ramo di dalam gantang

Antah dapek antah moh tido

Kaba lah lamo tak baulang

(Pantun Penutup Kaba)

Kalau ado sumua di ladang

Buliah juo manompang mandi

Kalau ado umua panjang

Nan lain pulo diulang lai

Pantun tersebut seringkali digunakan sebagai pembuka dan penutup sebuah kaba. Tujuannya tidak lain untuk memperindah jalan cerita.

Selain kaba, penggunaan pantun dengan tujuan serupa juga sering ditemukan pada saluang. Saluang adalah alat tiup instrumen musik klasik khas Minangkabau pengiring dendang.

Pantun daerah Minangkabau tersebut digubah ke dalam bentuk dendang dan nyanyian. Salah satu ciri khasnya, pantun-pantun tersebut bertema perasaan sedih, iba, dan hal-hal yang berkaitan dengan nasib.

Baca Juga: Pantun Minta Maaf


Indikator Pantun Minang Sebagai Tanda Pengenal Khusus

Sebagaimana sebuah pantun, terutama pantun daerah, pantun daerah Minangkabau juga memiliki indikator pengenal khusus. Indikator ini bisa dianggap sebagai ciri khas yang melekat dan sangat menunjukkan jati diri pantun tersebut.

Bila disimak lebih mendalam, pantun daerah Minang memiliki penanda-penanda yang membedakannya dengan pantun umum dan daerah lainnya. Indikator tersebut sebagai berikut:

1. Dilahirkan dan Berkembang di Tengah Masyarakat

Indikator pertama dari pantun berbahasa Minang adalah lahir dan berkembang di tengah masyarakat Minang. Bisa dikatakan, pantun ini datang dari, oleh dan untuk masyarakat Minang itu sendiri. Keberadaan pantun tersebut bisa digunakan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan dan membangun komunikasi yang sukses antar sesama.

Sulit rasanya menemukan masyarakat Minang yang tidak mahir berpantun. Bahkan, bisa dikatakan semua warga Minang bisa berpantun, meskipun tidak mahir. Sampai-sampai, masyarakat Minang punya pantun tersendiri yang ditujukan khusus untuk orang yang kurang paham pantun.

2. Menggunakan Perumpamaan yang Dikenal Masyarakat Minangkabau

Pantun daerah Minang sangat dikenal oleh pemiliknya, yaitu warga Minang. Hal ini karena bagian sampiran pantun khas Minang sangat identik dengan sesuatu yang berbau Minangkabau. Misalnya saja benda, lokasi, maupun peristiwa khas yang dikenal masyarakat Minang.

Janieh aienyo Sungai Tanang
(Jernih airnya Sungai Tanang)

Minuman urang Bukittinggi
(Minuman orang Bukittinggi)

Tuan kanduang tadanga sanang
(Tuan kandung terdengar senang)

Baolah tompang badan kami
(Bawalah tumpang badan kami)

Perumpamaan dalam pantun tersebut mencerminkan Minangkabau dari beberapa pemilihan kata. seperti sungai Tanang dan Bukittinggi.

Selain itu, pada bagian isi dituangkan suasana hati yang berkaitan dengan dunia rantau sebagai salah satu prinsip kaum muda.

3. Menggunakan Bahasa Daerah Minangkabau

Sebuah pantun dapat dikategorikan pantun Minang tentunya jika menggunakan bahasa daerah Minangkabau. Bahasa daerah yang dimaksud disini adalah bahasa Minang secara khusus dan umum.

Bahasa Minang umum adalah bahasa yang tidak tercampur dengan dialek. Bahasa umum/standar banyak digunakan oleh masyarakat perkotaan.

Sedangkan bahasa Minang khusus sangat dipengaruhi oleh dialek dan idiolek kelompok tertentu. Banyak ditemukan pada masyarakat yang tinggal di pedesaan.

4. Diyakini sebagai Asset Budaya dan Hak Milik Warga Minangkabau

Pantun daerah sangat dipengaruhi oleh budaya dan kebiasaan masyarakat setempat. Oleh sebab itu, tidak berlebihan bila menyebut pantun suatu daerah ada hak milik daerah tersebut. Begitupula dengan pantun daerah Minang yang menjadi hak milik sepenuhnya warga Minangkabau.

Rasa kepemilikikan ini timbul karena berpantun merupakan tradisi lisan yang telah ada sejak zaman nenek moyang. Konsisten masyarakat Minang dalam melestarikan pantun daerahnya tetap dengan cara lisan patut diacungi jempol.

Orang Minang percaya, nilai-nilai dan makna asli dari sebuah pantun akan hilang jika disampaikan dengan cara lain, misalnya secara tertulis.

5. Memenuhi Aspek Lahiriah dan Batiniah

Maksud dari aspek lahiriah dan batiniah adalah ciri yang menandakan pantun tersebut berasal dari Minang. Aspek lahiriah tercermin dari bentuk fisik pantun. Dapat dilihat dengan kasat mana dan tercetak jelas.

Misalnya gaya bahasa, struktur penulisan dan metafora seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sedangkan aspek batiniah, seperti namanya, aspek ini tidak kasat mata namun bisa dirasakan.

Aspek non-fisik ini cerminan dari pola pikir masyarakat terhadap dinamika kehidupan yang dijalani. Hasil pemikiran tersebut dituangkan dalam sebuah pantun yang sarat akan pedoman hidup tentang norma, kaidah dan tata aturan.


Ragam Bentuk Pantun Minang

Setelah mengulas sedikit tentang asal usul pantun daerah Minang dan indikator yang menjadi ciri khasnya. Tibalah kini pada pembahasan ragam bentuk pantun. Beberapa ragam bentuk pantun khas Minang seperti di bawah ini:

1. Pantun Minang Lawak/Jenaka

1. Pantun Minang Lawak Jenaka

Seperti namanya, pantun lawak atau jenaka memiliki arti lucu dan mengundang tawa. Ciri khasnya adalah penggunaan kata yang tidak biasa dan cenderung menggelikan bagi pendengarnya.

Namun jangan salah, dibalik kata-kata lucu dan menghibur tersebut, ada sebuah makna tersirat berupa nasehat atau sindiran. Contohnya seperti berikut:

Buruang Alang inggok di Barak
(Burung Elang hinggap di Barak)

Pupuak dibali samo jo dadak
(Pupuk dibeli bersama dedak)

Satiok tabayang senum manih adiak
(Setiap terbayang senyum manis adik)

Karupuak dikunyah raso martabak
(Kerupuk dikunyah rasa martabak)

Sindiran halus di atas ditujukan untuk orang yang dimabuk asmara. Diumpamakan orang yang makan kerupuk berasa martabak hanya karena terbayang senyum manis kekasihnya.

Secara logika, kerupuk dan martabak adalah dua hal yang sangat berbeda. Hal bodoh tidak masuk akal ini banyak dialami oleh orang lain yang juga sedang jatuh cinta.


2. Pantun Minang Sedih

2. Pantun Minang Sedih

Ada pantun jenaka penebar tawa, ada pula pantun sedih sebagai kebalikannya. Pantun khas Minang ini memiliki aura menyedihkan.

Maksudnya makna tersirat dalam pantun tersebut seringkali berupa pelajaran hidup ataupun balasan atas perbuatan tidak menyenangkan orang tersebut sebelumnya. Contoh pantun sedih sebagai berikut:

Ka pasa Tabiang naiak Bendi
(Ke pasar Tabing naik Bendi)

Pulangnyo harilah sanjo
(Pulangnya hari sudah senja)

Galak tabahak di meja judi
(Tertawa terbahak di meja judi)

Menangih surang dalam pinjaro
(Menangis sendiri dalam penjara)

Pantun sedih tidak hanya berisi ratapan, tapi tersemat pula nasehat di dalamnya. Seperti contoh di atas, pantun tersebut berkisah tentang seseorang yang gila judi.

Saat bermain di meja judi, sangat menyenangkan hingga tertawa terbahak-bahak. Namun ada pesan tentang ancaman sebagai balasan di kemudian hari. Yakni menangis sendirian dalam penjara.

Baca Juga: Pantun Mobile Legend


3. Pantun Minang Nasehat

3. Pantun Minang Nasehat

Bagaimanapun bentuknya dan dari mana asalnya, setiap pantun pasti memiliki unsur-unsur nasehat dan pelajaran kehidupan. Entah untuk kehidupan dunia, ataupun akhirat.

Pantun nasehat Minang termasuk ke dalam kategori pantun orang tua. Agar lebih paham, berikut ini contohnya:

Urang Sijunjuang pandai manumih
(Orang Sijunjung pandai menumis)

Tumih kol jo kacang panjang
(Tumis kol dan kacang panjang)

Bahemaik-hemaik dalam bapitih
(Berhemat-hemat menggunakan duit)

Balanjo usah nan dagang-gadang
(Belanja jangan boros-boros)


4. Pantun Minang Gombal/Cinta Kasih

4. Pantun Minang GombalCinta Kasih

Membahas tentang pantun cinta memang tidak ada habisnya. Banyak elemen penunjang, seperti romantisme, saling merayu, mengungkapkan perasaan terpendam, hingga rasa sakit akan kehilangan.

Pantun cinta berbahasa Minang bisa dijadikan sebagai bahan gombalan merayu pacar, tapi ingat untuk tetap menyertakan arti karena belum tentu pasangan bisa berbahasa Minang.

Musajik Rayo ado di Padang
(Masjid Raya ada di Padang)

Payakumbuah punyo Pandai Sikek
(Payakumbuh punya Pandai Sikek)

Kok angan lah mulai panjang
(Kalau angan sudah mulai panjang)

Baa caro adiak ka dapek
(Bagaimanapun caranya adik harus dimiliki)

Pantun di atas memiliki makna perasaan seseorang yang sedang menyukai lawan jenisnya. Disampaikan bahwa, jika angan sudah panjang maka adik harus dimiliki, bagaimana pun caranya.

Menggambarkan sifat dasar manusia yang selalu menginginkan sesuatu dan akan melakukan segala macam cara untuk mewujudkannya.

Baca Juga: Pantun Nasehat Belajar


5. Pantun Minang Rantau

5. Pantun Minang Rantau

Umumnya laki-laki muda Minang akan pergi merantau ke kota lain jauh dari kampung halaman. Budaya merantau ini sudah sejak lama dilakukan masyarakat Minang hingga saat ini.

Tidak heran jika dimanapun berada, bahkan di berbagai belahan negeri ini, akan sangat mudah menemukan perantau dari tanah Minang ini. Merantau sama artinya jauh dari kota kelahiran dalam kurun waktu yang tidak sebentar.

Pasti ada perasaan rindu dan ingin kembali bersua dengan keluarga. Namun bagi orang Minang, jika belum sukses maka pantang untuk pulang.

Perasaan rindu kampung halaman seperti ini diungkapkan melalui sebuah pantun oleh orang Minang. Contohnya seperti berikut:

Ka sawah bambaok kabau
(Ke sawah membawa kerbau)

Kabau lalok di tapi ladang
(Kerbau tidur di tepi ladang)

Dek ulah iduik batahun di rantau
(Karena hidup bertahun di rantau)

Lah lupo lida jo sama randang
(Sudah lupa lidah dengan rendang)


Penutup

Demikian pembahasan tentang pantun Minang yang sangat kental dengan tradisi turun-temurun dari nenek moyangnya. Pantun ini terus dijaga kelestarian dan keotentikannya, termasuk dalam segi penyampaiannya.

Meskipun dokumentasi fisik mulai dilakukan, namun penyampaian lisan tetap diprioritaskan. Hal ini patut ditiru oleh daerah lain untuk menjaga orisinalitas dan rasa asli pantun daerah.

Pantun Minang

Tinggalkan komentar